19 Relawan Tewas
Israel menuai protes dan kecaman dari seluruh dunia. Hal itu terjadi setelah marinir dan pasukan komando TNI-AL negara tersebut menyerbu dan menyerang armada enam kapal yang membawa bantuan kemanusiaan bagi warga Palestina di Jalur Gaza kemarin pagi (31/5).
Serangan atas rombongan kapal yang tergabung dalam Freedom Fotilla itu terjadi di wilayah perairan internasional dekat Jalur Gaza sebelum subuh. Dalam serangan tersebut, sedikitnya 19 penumpang kapal bantuan tewas dan 36 lainnya luka-luka.
Setelah insiden tersebut, enam kapal asing berikut para penumpang dan isinya dibawa ke Ashdod, kota pelabuhan Israel.
Kabarnya, hingga tadi malam WIB, sekitar 700 orang yang menumpang kapal-kapal itu masih diinterogasi militer Israel.Israel menuai protes dan kecaman dari seluruh dunia. Hal itu terjadi setelah marinir dan pasukan komando TNI-AL negara tersebut menyerbu dan menyerang armada enam kapal yang membawa bantuan kemanusiaan bagi warga Palestina di Jalur Gaza kemarin pagi (31/5).
Serangan atas rombongan kapal yang tergabung dalam Freedom Fotilla itu terjadi di wilayah perairan internasional dekat Jalur Gaza sebelum subuh. Dalam serangan tersebut, sedikitnya 19 penumpang kapal bantuan tewas dan 36 lainnya luka-luka.
Setelah insiden tersebut, enam kapal asing berikut para penumpang dan isinya dibawa ke Ashdod, kota pelabuhan Israel.
Ada beberapa informasi soal korban jiwa dalam serangan tersebut. Militer Israel menyebutkan bahwa 10 penumpang kapal Mavi Marmara yang berbendera Turki tewas. Tetapi, stasiun televisi Israel, Channel 10 TV, melaporkan bahwa 19 penumpang kapal tewas dan 36 lainnya luka-luka dalam serangan itu.
Sementara itu, IHH, lembaga swadaya masyarakat (LSM) Turki yang tergabung dalam armada bantuan kemanusiaan tersebut, menyatakan, sedikitnya 15 tewas. Sebagian besar korban adalah warga negara Turki.
Penumpang kapal-kapal itu merupakan relawan dan aktivis dari Turki, Eropa, Israel, Palestina, Israel, dan AS. Ada pula anggota parlemen Eropa dan sejumlah tokoh lintas agama.
Pembantaian berdarah tersebut mengakhiri misi pengiriman bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza yang dikenai blokade dan embargo oleh Israel beberapa tahun ini. Insiden itu juga terjadi sebelum pertemuan bilateral Presiden AS Barack Hussein Obama dan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu di Washington DC.
Reporter stasiun TV Al-Jazeera melaporkan, tentara Israel terus menembaki kapal-kapal bantuan sebelum menyerbu dan menaikinya. Saat kejadian itu, dia menumpang salah satu di antara tiga kapal berbendera Turki yang tergabung dalam rombongan. Dua kapal lainnya berbendera Yunani dan satu lagi berbendera AS.
Tetapi, tentara Israel mengklaim hanya menembak setelah diserang para aktivis dengan tongkat, pisau, dan api. Israel juga telah menyita ''senjata-senjata'' yang digunakan para aktivis tersebut.
''Di atas kapal, kami menemukan sejumlah senjata yang siap digunakan dan yang telah dipakai untuk menyerang pasukan kami,'' kata Wakil Menlu Israel Danny Ayalon. ''Tujuan penyelenggara (bantuan) itu adalah melakukan kekerasan. Akibatnya, juga terjadi kekerasan dan membawa korban. Israel menyesalkan jatuhnya korban tewas dan telah berupaya untuk menghindari,'' lanjutnya.
Dari rekaman video milik rombongan kapal, jelas terlihat bahwa tentara Israel memerintahkan armada Freedom Fotilla untuk berhenti. Selanjutnya, tentara Israel menaiki kapal dan terlibat kontak fisik dengan penumpang. Seorang pria penumpang kapal mengayunkan kayu ke arah tentara Israel.
Dalam rekaman yang telah disebarkan ke seluruh jaringan internet itu, pasukan komando Israel yang memakai tutup wajah dan kepala warna hitam turun dari helikopter. Setelah terjadi kontak fisik, beberapa orang terluka dan terbaring di dek kapal.
Televisi Israel juga menayangkan gambar aktivis yang menikam seorang tentara Israel. Anggota pasukan serbu Israel menuturkan, dia diserang dengan logam batangan dan pisau saat turun ke kapal dari helikopter sekitar pukul 04.00 (pukul 08.00 WIB). ''Beberapa aktivis yang berbicara dalam bahasa Arab lantas mencoba untuk menyandera kami,'' katanya.
Israel mengklaim, 10 tentaranya juga terluka dalam bentrok tersebut. Dua di antaranya luka parah. Para korban luka, termasuk penumpang kapal bantuan, dilarikan ke rumah sakit Israel dengan helikopter.
Serangan Israel tersebut menuai reaksi dari seluruh dunia. Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyebut serangan itu sebagai ''pembunuhan masal atau pembantaian''. Abbas juga mengumumkan masa berkabung tiga hari. Bersama otoritas Palestina, dia menyerukan Dewan Keamanan (DK) PBB untuk mengadakan pertemuan darurat. Seruan pertemuan darurat DK PBB juga dilontarkan PM Lebanon Saad Hariri.
Komunitas Arab menyerukan balasan terhadap serangan Israel. Mereka juga menyuarakan protes dan unjuk rasa di semua negara. Para pemimpin muslim mengutuk serangan itu sebagai ''kejahatan'' dan ''tidak manusiawi''.
Bahkan, sejumlah negara yang dekat dan menjadi sekutu Israel juga bereaksi dengan membekukan hubungan militer. Mereka juga memanggil duta besar Israel di negara mereka untuk menyampaikan nota protes diplomatik. Reaksi itu tidak berlebihan karena para penumpang kapal bantuan berasal dari banyak negara.
Sekjen PBB Ban Ki-moon menyatakan shock atas serangan Israel atas konvoi kapal yang mengangkut bantuan serta para aktivis pro-Palestina, jurnalis, dan anggota parlemen di perairan internasional tersebut. ''Perlu investigasi menyeluruh untuk menyelidiki bagaimana tragedi berdarah tersebut bisa terjadi,'' katanya. Dia juga mendesak Israel menjelaskan soal serangan tersebut.
Utusan dan pakar hak asasi manusia PBB malah meminta masyarakat dunia mengadili para pembuat kebijakan Israel. Richard Falk, utusan khusus PBB untuk wilayah pendudukan Palestina, menyerukan seluruh dunia memboikot dan memberikan sanksi pada Israel.
''Masyarakat internasional perlu membawa (para pemimpin Israel) ke pengadilan karena bertanggung jawab terhadap pembunuhan para aktivis perdamaian yang tidak bersenjata,'' katanya dalam pernyataan kemarin. ''Israel bersalah karena perilakunya yang sangat mengejutkan dengan menggunakan senjata mematikan atas warga sipil tidak bersenjata di kapal di laut bebas. Di sana, yang berlaku kemerdekaan navigasi dan pelayaran,'' tambahnya.
Takhta Suci Vatikan juga menyuarakan ''duka mendalam dan keprihatinan'' atas jatuhnya korban jiwa. Negara-negara Eropa memanggil duta besar Israel di wilayah mereka untuk menjelaskan insiden tersebut.
Pemerintah Turki juga menarik duta besarnya di Tel Aviv, Israel. Mereka mengingatkan pula bahwa serangan itu akan membawa konsekuensi terhadap hubungan bilateral. Deputi PM Bulent Arinc juga menyatakan tiga rencana latihan militer bersama dengan Israel ditangguhkan.
Di Ankara, rakyat Turki meluapkan kemarahan mereka. Ribuan orang berdemonstrasi untuk protes serangan Israel. Polisi mencegah massa yang marah agar tidak merusak saat berunjuk rasa di luar misi Israel di kota tersebut.
Yunani juga menarik diri dari latihan militer bersama dengan Israel. Negeri itu juga membatalkan kunjungan panglima angkatan udaranya (AU) ke Israel.
Reaksi keras lainnya datang dari Iran. Presiden Mahmoud Ahmadinejad mengutuk serangan Israel sebagai ''kejahatan rezim Zionis''. Hamas, kelompok garis keras Palestina yang kini berkuasa di Gaza, mendesak dunia Islam untuk bangkit dan melawan Israel. Mesir mengecam tindakan Israel sebagai ''aksi pembantaian''. Sementara itu, parlemen Kuwait menyebut serangan Israel sebagai ''kejahatan''.
Di Eropa, kecaman terhadap Israel relatif lebih lunak. Uni Eropa menuntut agar Israel melakukan ''penyelidikan menyeluruh''. Beberapa negara Uni Eropa mendesak pertemuan darurat untuk membahas insiden tersebut. Spanyol (presiden Uni Eropa saat ini), Prancis, Swedia, Norwegia, Denmark, Austria, dan Yunani telah memanggil duta besar Israel untuk meminta penjelasan terhadap penyerangan tentaranya.
Dari Washington, AS hanya menyesalkan serangan itu. Gedung Putih tidak mengutuk atau mengecam secara terbuka negara yang menjadi sekutu dekatnya di Timur Tengah tersebut. ''Kami sangat menyesalkan jatuhnya korban dan saat ini terus bekerja untuk memahami kondisi di seputar tragedi tersebut,'' kata juru bicara Gedung Putih William Burton.
Presiden Barack Obama dijadwalkan bertemu dengan PM Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas di Gedung Putih hari ini (1/6). Netanyahu kemarin justru memutuskan kembali ke negaranya setelah mengadakan lawatan ke Kanada. Dia pun membatalkan kunjungan dan pembicaraan dengan Obama. ''PM Netanyahu memutuskan untuk mempercepat lawatan ke Kanada dan segera kembali ke Israel,'' kata juru bicaranya.
Sumber :
JAWA POS ( http://www.jawapos.co.id )
0 komentar:
Posting Komentar