Menghadapi 2014, Parpol Besar Bentuk Organ Baru

Anas Urbaningrum yang baru saja terpilih menjadi ketua umum Partai Demokrat naik ke podium untuk menerima bendera kebesaran partai dari Ketua Dewan Pembina Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Tak hanya menerima bendera, Anas juga mencium dengan takzim tangan SBY ketika memberikan selamat.

Apakah Anas akan tetap di bawah ketiak SBY? Spekulasi muncul karena di ajang kongres tempat Anas terpilih itu juga terbentuk lembaga baru yang bernama majelis tinggi. Lembaga itu dipimpin langsung oleh SBY. Lembaga baru tersebut mempunyai kekuasaan yang luar biasa. Semua keputusan strategis partai kini dalam genggaman lembaga yang beranggota sembilan orang itu. Anas juga masuk di situ.

Majelis tinggi bisa memveto putusan DPP yang dipimpin Anas. Mereka juga menjadi penentu capres dan arah koalisi partai. Tugas tersebut tentu akan sangat strategis bagi Demokrat karena SBY sudah tak bisa lagi menjadi capres.
Bahkan, cakupan kewenangan yang dimiliki majelis tinggi tidak hanya di tingkat pusat. Tapim mereka juga memiliki wewenang menentukan calon gubernur sekaligus calon anggota legislatif di tingkat provinsi. Hanya, di tingkat kabupaten/kota kewenangan diberikan sepenuhnya kepada DPP yang dimpimpin ketua umum.

''Majelis tinggi murni kreasi SBY untuk memastikan siapa pun yang terpilih di kongres Bandung sebagai ketua umum, Demokrat tetap berada dalam kendali SBY,'' komentar pakar politik yang juga peneliti senior LSI Burhanuddin Muhtadi.

''Anas (ketua umum terpilih Anas Urbaningrum, Red) bisa menjadi sekadar administrator saja,'' tambah Muhtadi.

Namun, fungsionaris Partai Demokrat Ahmad Mubarok membantah keberadaan majelis tinggi untuk membonsai Anas. Menurut dia, keberadaan majelis tinggi justru menambah kekuatan partai. ''Ini dibuat agar tidak ada konflik, tidak ada calo dalam penentuan kandidat (capres atau calon dalam pilkada),'' jelas Mubarok, menjabat wakil ketua umum DPP Partai Demokrat 2005-2010.

Selain itu, lanjut dia, kalau hal-hal strategis tersebut ditentukan majelis tinggi yang berunsur dewan pembina dan DPP, kekuatan politik dan legalitasnya akan lebih tinggi. ''Dalam struktur baru ini, tidak mungkin ada sikap otoriter dalam PD,'' tandas mantan ketua tim sukses Anas Urbaningrum dalam pemilihan lalu itu.

Struktur baru pascakongres juga muncul di internal PDIP. Kongres III PDIP di Bali pada April lalu memutuskan membentuk lembaga baru yang bernama majelis ideologi. Anggotanya tujuh orang. Termasuk di dalamnya Megawati selaku ketua umum DPP PDIP. Megawati memimpin langsung. Dia juga menunjuk para anggota majelis ideologi yang bisa berasal dari jajaran DPP atau tokoh senior partai.

Hingga kini, majelis ideologi itu belum terbentuk. ''Skala prioritas kongres memang masih penyesuaian struktur dan peraturan sampai ke anak ranting dan pimpinan anak cabang,'' jelas Wasekjen DPP PDIP Hasto Kristianto di Jakarta kemarin. Hasto menyebutkan, ketua umum diberikan waktu sampai akhir Juni mendatang untuk merampungkan itu.

Secara terpisah, mantan anggota tim kajian materi kongres Budiman Sudjatmiko menjelaskan, tugas utama majelis ideologi adalah mengawasi dan memastikan setiap kebijakan politik partai sesuai atau dalam batas-batas atau tidak bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.

Budiman menyampaikan, selama ini DPP tidak memiliki perangkat yang berfungsi mengawasi kebijakan partai berdasar ukuran ideologis. Akibatnya, kebijakan partai lebih sering bersifat spontan reaksioner untuk menyikapi keadaan.

''Efek jangka menengah dan jangka panjangnya kurang diperhatikan,'' ujarnya. Itu , imbuh Budiman, menjadi salah satu penyebab gagalnya PDIP dalam pemilu dan pilpres.

Kewenangan penting lain dari majelis ideologi adalah menggantikan posisi kepemimpinan partai jika ketua umum berhalangan tetap. Majelis ideologi menjadi layaknya presidium yang bertanggung jawab dalam waktu tiga bulan menyelenggarakan kongres luar biasa.

''Agendanya tunggal, yakni memilih ketua umum partai definitif,'' terang ketua umum Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) -salah satu organisasi sayap resmi PDIP- itu.

Sumber Jawa Pos di internal DPP PDIP menyebutkan, setidaknya muncul sembilan alternatif nama yang akan mengisi pos tersebut. Mereka adalah Theo Syafei, Sabam Sirait, Idham Samawi, Sidharto Danusubroto, Teras Narang, Pramono Anung, Surono Danu, Guntur Soekarnoputra, dan Prananda Prabowo.

Burhan Muhtadi menilai, majelis ideologi lebih terkesan untuk memastikan idealisme PDIP sebagai partai ideologis tetap dijaga. ''Ini ide awal dari Budiman Sudjatmiko yang merasa banyak pelanggaran ideologi yang dilakukan elite DPP sendiri,'' ujar Burhan.

Dia menilai, kewenangan majelis ideologi menggantikan posisi pimpinan partai ketika Megawati berhalangan tetap bukan isu utama. Munculnya majelis ideologi, tegas dia, lebih dilatarbelakangi keinginan agar aplikasi ideologi PDIP diprioritaskan seluruh pengurus partai.

Burhan juga menambahkan, nuansa antisipasi ajang Pilpres 2014 juga lebih kentara di Demokrat daripada PDIP. Majelis ideologi di PDIP cenderung sebagai antisipasi bila Megawati tidak bersedia dicalonkan kembali sebagai capres.

''Kewenangan majelis ideologi untuk ikut membahas siapa yang menjadi alternatifnya,'' kata Burhan. Sedangkan, majelis tinggi di Partai Demokrat memang di desain untuk membahas persoalan capres-cawapres. ''Terlepas Ketum hasil kongres suka atau tidak suka,'' tandasnya.

Sumber :

0 komentar: