MENURUT pakem pewayangan, rampung 12 tahun ngumpet di belantara, Arjuna masih harus singitan setahun lagi di kerajaan Wirata. Anggota Pandawa ini harus nyamar jadi waria. Namanya juga harus khusus. Nggak boleh mirip dengan nama konco-konco waria di Stasiun Malang. Namanya Kandi Wrahatnala.
Tapi onok masalah. Nduk negara yang dirajai Prabu Matswapati itu lagi santer-santernya ada gerakan anti-waria yang diprakarsai oleh ormas FPK, Front Pembela Kebetulan. Barang siapa tidak betul akan dibetulkan. Nek perlu kebetulan itu akan ditegakkan lewat jalur jotos-jotosan.
Saking judeknya dan takut jadi banci, Arjuna punya ide lain. Yok opo nek sesinglon warni jadi koruptor saja? Jadi koruptor akan jauh lebih aman ketimbang jadi bences. Front Pembela Kebetulan di negeri Wirata toh tak akan ngganyang bala koruptor. Biasanya mereka cuma punya nyali ngamuk anderpati pada penyanyi seksi, penjual miras, tukang judi, dan waria. Mungkin karena korupsi dianggap sudah betul. Tidak perlu dibetul-betulkan lagi melalui tinju gaya bebas.
Nama ganti Arjuna sudah disiapkan. Yaitu Raden Wraha Rekening. Wraha berarti babi hutan alias celeng. Raden Wraha Rekening berarti ksatria yang tabungannya tambun seperti celeng.
***
Ponokawan Bagong mendukung sekali. Itung-itung, ketimbang juragannya nyaru jadi banci malah diantemi Front Pembela Kebetulan, remuk jadi kerupuk nduk Rawon Setan. Arjuna alias Ciptaning total menyamar jadi perempuan pun bungsu ponokawan itu ndak setuju. Bilang misalnya berganti rupa Rieke Dyah Pitaloka dan Ribka Tjiptaning yang baru saja bertandang ke kawasannya Menak Jinggo. Tapi onok masalah. Nduk negara yang dirajai Prabu Matswapati itu lagi santer-santernya ada gerakan anti-waria yang diprakarsai oleh ormas FPK, Front Pembela Kebetulan. Barang siapa tidak betul akan dibetulkan. Nek perlu kebetulan itu akan ditegakkan lewat jalur jotos-jotosan.
Saking judeknya dan takut jadi banci, Arjuna punya ide lain. Yok opo nek sesinglon warni jadi koruptor saja? Jadi koruptor akan jauh lebih aman ketimbang jadi bences. Front Pembela Kebetulan di negeri Wirata toh tak akan ngganyang bala koruptor. Biasanya mereka cuma punya nyali ngamuk anderpati pada penyanyi seksi, penjual miras, tukang judi, dan waria. Mungkin karena korupsi dianggap sudah betul. Tidak perlu dibetul-betulkan lagi melalui tinju gaya bebas.
Nama ganti Arjuna sudah disiapkan. Yaitu Raden Wraha Rekening. Wraha berarti babi hutan alias celeng. Raden Wraha Rekening berarti ksatria yang tabungannya tambun seperti celeng.
***
''Mpun to, ndoro Arjuna. Monggo nyamar jadi koruptor saja. Raden Wraha Rekening itu nama yang tepat,'' kata Bagong.
Balik ke ide semula njadi wandu Kandi Wrahatnala? Ooo, Bagong tidak bisa membayangkan akibatnya. Kekuatan Front Pembela Kebetulan sangatlah dahsyat. Di mata Bagong setara dengan Raden Gandamana, mahapatih Pancala. Ia ingat salah satu guru Bima ini menghajar Harya Suman yang awalnya ganteng sampai babak belur jelek jadi Sengkuni. Dilibasnya pula Bambang Kumbayana yang asalnya cakep sampai buruk rupa dan full cacat jadi Pandita Durna.
Ooo...Bagong tidak bisa membayangkan tindak-tanduk Gandamana itu akan dipraktikkan oleh Front Pembela Kebetulan kelak terhadap waria Kandi Wrahatnala.
Hanya Gareng yang masih pikir-pikir apakah ide Arjuna menyamar koruptor memang sudah pas. Sulung ponokawan ini mandek-mangu. Jadi waria Kandi Wrahatnala yang menjadi guru masak dan tari di dalam keraton, lebih mungkin tidak dipergoki oleh Front Pembela Kebetulan. Jadi koruptor? Waduh! Nanti kalau dituntut dan diselidiki oleh Jaksa Agung, tak urung identitas Raden Wraha Rekening akan terungkap di pengujung 12 tahun persembunyian Pandawa. Dan itu berarti, sesuai perjanjian judi dengan Kurawa, Pandawa harus balik lagi sembunyi di rimba selama 12 tahun.
***
Kita tahu sama tahu, setelah kalah taruhan dalam lakon Pandawa Dadu, Kurawa mewajibkan Pandawa sembunyi di hutan selama 12 warsa. Dalam tempo itu sekilas pun mereka boleh ketahuan keberadaannya. Jika ketahuan, mereka harus mengulang hitungan 12 tahun kembali dari nol.
Syahdan, di suatu hari sukro alias Jumat, di tengah hutan, tepatnya di tepi Telaga Dewatawana, Dewi Drupadi yang sedang ditemani Bima terpana oleh teratai keemasan yang tiba-tiba kampul-kampul di muka telaga.
''Bima yang gagah pideksa,'' lirih ucapan Dewi Drupadi, istri para Pandawa, ''Kalau kau memang mencintaiku, setimpal dan setara seluruh cinta kakak dan adik-adikmu terhadap diriku, tolong ambilkan teratai kencana itu, untukku...''
''Hmmmm...'' Bima cuma nggereng-gereng. Ksatria Jodipati ini memang telah mendapat warisan aji Wungkal Bener dan Bandung Bandawasa dari Raden Gandamana, aji yang sangat sakti dan mungkasi karya. Tapi Bima juga sangat awas. Terawanglah! Telaga Dewatawana bukan telaga biasa. Sangat angker. Hantu Keramas dan Suster Ngesot pun dijamin merinding mencebur telaga itu.
''Ayolah Bima, satrio godek wok simbar jojo. Begitu nistakah diriku sebagai istri kalian? Sampai tak berhak mencicipi sedikit kebahagiaan di tengah siang malam menemani pembuangan Pandawa selama hampir 12 tahun. Kalau kamu tidak dapat...?''
Byurrrr!!!!
Bima mencebur telaga. Bareng dengan penggebyuran Bima, telik sandi Kurawa yang sudah lama mengendap-endap di balik pohon beringin alas seketika menyergap sang Dewi. Jeritan Drupadi terdengar sampai ke balik gunung. Arjuna tersentak. Maling berhasil disergap dan diringkusnya. Ternyata sang durjana adalah Raden Jayajatra yang sejak dulu kala memang ngebet pada Drupadi. Ksatria dari Banakeling itu diserahkan kepada pemimpin Pandawa, Puntadewa. Cilakanya, Puntadewa mengampuni dan menyuruh Jayajatra pulang ke markas Kurawa di Astina.
Hutan pengasingan kembali tenteram.
Tiga hari setelah itu baru Pandawa panik. Gara-garanya Gareng pas tidur nglindur, ''Lho, Jayajatra akan lapor ke Prabu Duryudana. Berarti seluruh Kurawa sekarang sudah tahu di mana Pandawa berada...Aduh berarti kita harus mengulang nderek Ndoro Arjuno ngungsi 12 tahun lagi... waduh...waduh...!!!"
Gara-gara inilah Pandawa memutuskan segera hengkang dari hutan. Mereka mencari persembunyian baru sampai akhirnya mendapatkan gerbang negeri Wirata.
Sssttt....Andai ponokawan Petruk sudah pulang dari cuti ngungsi, mungkin Pandawa tak perlu tergopoh-gopoh pindah. Raden Jayajatra, menurut Petruk, tidak pernah resmi diangkat mewakili Kurawa. Maka ilegallah seluruh kegiatannya atas nama Kurawa memata-matai Pandawa.
***
Di luar hutan, ketika cuti pulang kampung, Petruk mendengar desas-desus bahwa kedudukan Jaksa Agung tidak sah. Tidak pernah ada surat pengangkatan oleh presiden. Itu menurut pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra. Betul atau tidak betulnya fakta ini Petruk tidak tahu betul. Biarkan itu jadi urusan Front Pembela Kebetulan. Tapi, dari kabar burung itu Petruk jadi teringat lakon yang sama. Raden Jayajatra juga gak punya surat pengangkatan sebagai orang Kurawa lho.
''Ooo..gichu to? So actually Jayajatra itu not orang Kurawa?'' tanya lelaki di sebelah Petruk. Lelaki mirip pemain bola Jose Antonio Reyes dari Atletico Madrid ini adalah teman seperjalanan kereta api Petruk yang akan melintasi Saradan, Madiun.
''No. Jayajatra is all Pandawa men malah. Dia itu ari-arinya Bima. Tapi bungkus Bima ini kuat sekali. Ndak pecah-pecah. Akhirnya sekjen dewata Batara Narada cawe-cawe...''
''What? Cewek-cewek?''
''No. Cawe-cawe is Down-Hand...Turun tangan. Narada meminta gajah Astina bernama Sena untuk menendang bungkus itu. Bungkus pecah. Ketuban muncrat. Bima nongol. Bungkusnya tersapu angin menjadi Bambang Sagara alias Arya Tirtanata...ya Raden Jayajatra. Tanpa surat pengangkatan, Mahapatih Sengkuni dari Kurawa membiarkan Jayajatra bergabung dengan Kurawa, dibiarkan merasa jadi anggota kesebelasan itu.''
***
Di dalam hutan, Gareng dan Bagong tidak tahu bahwa Petruk masih dalam perjalanan dengan kereta api. Mereka hanya tahu, harusnya hari itu Petruk sudah habis masa cutinya. Petruk sudah harus masuk kerja menemani pengungsian para majikan.
Andai Petruk telah tiba, Arjuna dan para Pandawa ndak perlu repot-repot meninggalkan hutan karena yang menandai keberadaan mereka baru Jayajatra. Penyidik ini tidak mempunyai surat pengangkatan resmi dari godfaher Kurawa, Prabu Duryudana.
Kalaupun Pandawa harus meninggalkan hutan juga karena sudah bosan hampir 12 tahun tenguk-tenguk di dalamnya, saban hari mbumbuti lintah di badan, keberadaan Petruk akan membuat Raden Arjuna mantab. Arjuna tak perlu ragu-ragu untuk menyamar menjadi koruptor bernama Raden Wraha Rekening.
Oooo...cuti pulang kampung membawa berkah buat Petruk. Di kampung dia dapat banyak pelajaran yang tak mampu diraihnya dari dunia wayang. Petruk akan matur pada Ndoro Arjuna, ''Sudahlah. Jadi koruptor lebih aman kok. Kalau ada koran atau majalah bikin kabar soal rekening Ndoro, kalem saja. Ndoro tidak akan diusut. Kedok Ndoro tidak akan terungkap. Yang akan diusut bukan pelaku koruptornya kok, tapi siapa yang menyebarkan nomor rekening itu ke koran...dakwaannya melanggar rahasia negara.''
Ah, sayang disayang Petruk belum sampai di hutan itu. Ia masih dipijeti oleh suster di rumah sakit. Kereta apinya masuk jurang.
Lalu masuk ke rumah sakit itu Front Pembela Kebetulan. Petruk senang. Mereka pasti akan memburu siapa saja yang ndak betul, yang jadi biang keladi kecelakaan kereta api berkali-kali.
''Sssttt...Bukan,'' isyarat suster, ''Mereka akan merazia suster-suster yang pakaiannya seksi...''
Sumber :
JAWA POS ( http://www.jawapos.co.id )
0 komentar:
Posting Komentar